
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=4111&b=42977&droll=92b1c0c2
Liat bentuk konstruksi joglo klik disini:
http://atgaba.files.wordpress.com/2008/04/rangka-joglo1.jpg
Diantara dari sekian banyak tetanga yang korban bencana ini, adik iparku meninggal tertimbun reruntuhan, mertua kakakku meninggal tertimbun atap rumah, yang lain bisa bersyukur karena bisa lolos dari maut berkat kesigapan keluar rumah.
http://kumpulblogger.com/lempar.php?j=&type=sca&k=3821&b=41420&droll=5e60b7c0
Terkait dengan rumahku yan masih tersisa tadi aku ingat, para pakar bangunan menyatakan, bahwa bangunan Joglo menimbulkan interpretasi arsitektur Jawa yang mencerminkan ketenangan. Selain tak hanya megah, indah, sarat makna dan nilai-nilai sosiokultural. Aarsitektur bangunan joglo juga dapat meredam gempa katanya, nah bangunan inilah yang membuat rumahku runtuh tersisa konstruksi joglonya.
Sebuah bangunan joglo yang konon menimbulkan interpretasi arsitektur Jawa, juga mencerminkan ketenangan, walaupun sekarang hadir di antara model bangunan-bangunan yang beraneka ragam.
Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang.
Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat zaman kuno dengan karya seninya yang bermutu, memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni bangunan tradisional, walaupun sekarang sudah banyak berubah exterior maupun interiornya, Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah adat Kudus terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya.
Struktur joglo yang sesuai dengan aslinya seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.
Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini.
JOGLO Pencu. kata tersebut, mengingatkan pada sebuah rumah tradisional yang berasal dari daerah Kudus (salah satu bagian dari kebudayaan Jawa).
Rumah dengan berbagai keindahan dengan karakter khusus ini tampil memikat melalui kerumitan yang cukup tinggi pada ornamen hias yang ada pada hampir setiap ruang yang ada pada rumah joglo pencu.
Karakter spesifik yang ada tersebut sangat berbeda dengan apa yang ada di dalam bangunan tradisional yang ada di Jawa pada umumnya. Perbedaan lain dapat dijumpai pada bentuk ornamen ukir yang diterapkan, pola susunan ruang dan dimensi yang kemudian berdampak pada proporsi ukuran dari masing-masing ruangnya. Meskipun ruang yang digunakan sama, tetapi terjadi perbedaan yang cukup besar pada dimensidimensi ruangan yang terjadi jika dibandingkan dengan rumah tradisional Jawa pada umumnya.
Hal tersebut dapat terjadi karena kebudayaan yang berpengaruh besar di dalam masyarakat Kudus bukan hanya kebudayaan Jawa saja. Letaknya di jalur perdagangan dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya sebagai pedagang memunculkan bentuk yang sekarang dapat dijumpai pada rumah joglo pencu.
Bangunan tradisional seperti rumah joglo yang banyak memakai elemen natural di dalamnya, terbukti tahan terhadap bencana alam seperti gempa. Banyak faktor yang menyebabkan joglo tanggap gempa. Sengaja digunakan kata tanggap gempa bukan tahan gempa karena bangunan ini sepertinya dapat merespons dan berdialog dengan gaya gempa.
Sistem Struktur yang Digunakan.
Joglo berstruktur rangka, karena memang terlihat batang-batang kayu yang disusun membentuk rangka. Struktur joglo menerapkan sistem tenda atau tarik. Hal ini didasarkan pada sistem dan sifat sambungan kayu yang digunakan (cathokan dan ekor burung), semuanya bersifat mengantisipasi gaya tarik. Sistem struktur tarik inilah yang membuat joglo bersifat fleksibel sehingga dapat tanggap terhadap gaya-gaya gempa.
Bangunan joglo dapat meredam gempa karena memiliki keterkaitan antar struktur dan materialnya, sambungan antar kayu yang tidak kaku sehingga fleksibel dan memiliki toleransi tinggi terhadap gempa
Sistem Distribusi Beban.
Bangunan joglo memiliki soko guru (tiang utama) 4 buah dan 12 buah soko pengarak. Ruang yang tercipta dari keempat soko guru disebut rong-rongan, yang merupakan struktur inti joglo. Soko-soko guru disatukan oleh balok-balok (blandar-pengeret dan sunduk-kili) dan dihimpun-kakukan oleh susunan kayu yang berbentuk punden berundak terbalik di tepi (tumpangsari) dan berbentuk piramida di tengah (brunjung).
Susunan kayu ini bersifat jepit dan menciptakan kekakuan sangat rigid. Soko-soko pengarak di peri-peri dipandang sebagai pendukung struktur inti.
Sistem Tumpuan dan Sistem Sambungan,
Sistem tumpuan bangunan joglo menggunakan umpak yang bersifat sendi. Hal ini untuk mengimbangi perilaku struktur atas yang bersifat jepit.
Sistem sambungannya yang tidak memakai paku, tetapi menggunakan sistem lidah alur, memungkinkan toleransi terhadap gaya-gaya yang bekerja pada batang-batang kayu. “Toleransi ini menimbulkan friksi sehingga bangunan dapat akomodatif menerima gaya-gaya gempa,” tutur Wisnu.
Penggunaan Bahan Bangunan.
Penggunaan kayu untuk dinding (gebyok) dan genteng tanah liat untuk atap disebabkan material ini bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani bangunan.
Pada awalnya penutup atap yang dipakai adalah jerami, daun kelapa, daun tebu, sirap, dan ilalang. Oleh karena merebak penyakit pes, pemerintah kolonial Belanda mengganti penutup atap dengan genteng supaya lebih sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar